Antara Logika Formal dan Logika Dialektis

Kata Logika berasal dari Bahasa Yunani, Logike (kata sifat) atau Logos (kata benda) yang berarti pikiran atau perkataan sebagai pernyatan dari sebuah pikiran. Arti kata ini menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara pikiran dan pernyataan pikiran yang dikemas dala sebuah bahasa. Nama logika sendiri muncul pertama kali pada era filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi dalam arti seni berdebat. Sedangkan logika dalam arti sebagai ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya sebuah pemikiran diperkenalkan pertama kali oleh Alexander Aphrodisias sekitar awal abad ke-3 sesudah masehi.(1)

Sebenarnya sebelum filsuf Cicero maupun Alexander, filsuf Yunani, Aristoteles adalah orang yang paling berjasa dalam membedah logika menjadi suatu kajian keilmuan tertentu. Namun, saat itu Aristoteles memakai istilah Analitika dan Dialektika, bukan logika. Ia gunakan analitika untuk menyelidiki berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar. Sedangkan dilektika digunakan untuk menyelidki argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis-hipotesis.

Dalam perkembangannya logika dipandang sebagai salah satu cabang ilmu filsafat. Hal ini telah banyak dilakukan oleh ahli filsafat modern yang mendudukkan logika sebagai disiplin ilmu yang merupakan cabang dari filsafat. Seperti Louis O. Kattsoff yang membagi filsafat menjadi beberapa bidang, yakni logika, metodologi, metafisika, epistemology, filsafat biologi, filsafat psikologi, filsafat, dan seterusnya.

Logika juga biasa dimaknai dengan ilmu terapan dalam proses berpikir. Menurut George Novack, setiap ilmu mempelajari gerak khusus yang berhubungan dengan gerak material lain dan berusaha menemukan kepastian-kepastian yang bersifat umum, serta menemukan corak dari gerak materi tersebut. Maka seorang ahli logika, menurut Novack,   mempelajari proses berpikir seorang manusia dan merumuskan hukum-hukum, bentuk-bentuk, dan inter-relasi dari proses mental manusia.[2]

Berpijak dari definisi Novack, muncullah dikotomi ilmu logika dalam perkembangannya. Ada dua, yakni: Logika Formal dan Logika Dialektis. Kendati berlawanan, keduanya memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Keduanya juga merupakan bentuk perkembangakan tertinggi gerak mental pikiran manusia. Sehingga antara keduanya tidak bisa menafikan satusama lain. Selanjutnya akan dijelaskan apa itu Logika Formal dan Logika Dialektis.

Logika Formal

Logika formal adalah metode sehari-hari yang sangat bermanfaat, dan memungkinkan seseorang untuk mempunyai perhitungan-perhitungan dalam mengidentifikasi benda-benda. Memang secara sekilas, metode pemikiran ini nampak seperti pemahaman umum. Tapi  pada kenyataannya, logika formal telah menjadi alat yang sangat penting, sarana yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan matematika dan aritmatika dasar, misalnya, adalah didasarkan pada logika formal. Seseorang  tidak bisa mengajarkan tabel perkalian atau penjumlahan kepada seorang anak tanpa menggunakan logika formal. Satu ditambah satu sama dengan dua, bukan tiga. Hal yang sama, metode logika formal juga merupakan basis bagi perkembangan ilmu mekanika, kimia, biologi, dan lain-lain.

Logika formal sering dianggap dengan apa yang disebut dengan 'hukum identitas'. Namun Novack menjelaskan lebih gamblang. Ia menjabarkan bahwa ada tiga dasar hukum yang melandasi logika formal.[3] Antara lain:

Pertama,  Hukum Identitas. Hukum ini yng terpenting dalam cara berpikir logika formal. Hukum ini menyatakan bahwa 'A' sama dengan 'A', yang artinya, setiap sesuatu selalu sama dengan identitas dirinya sendiri. Atau setiap benda adalah seperti adanya benda tersebut. maka dalam kondisi tertentu sesuatu akan tetap sama. Seperti perkataan ahli fisika: materi akan tetap menjadi materi.

Kedua, Hukum Kontradiksi. Kesimpulan logis dalam Hukum Identitas, jika 'A' sama dengan 'A', maka jelas bahwa 'A' tentu tidak sama dengan bukan 'A'. Misalnya : manusia tidak sama dengan yang bukan manusia. Inilah yang menjadi ulasan dalam Hukum Kontradiksi. Hukum ini sebenarnya menambah tambahan esensial dari Hukum Pertama. Hukum ini juga menunjukkan pemisahan yang benar-benar berbeda antara dua identitas. Jelas A dalam sisi manapun, ia nampak dan menjelaskan keperbedaannya sendiri dengan 'B' atau 'C'.

Ketiga, Hukum tiada jalan tengah atau The Law of Excluded Middle. Menurut hukum ini segala sesuatu hanya memilki satu karakteristiknya sendiri. Jika 'A' sama dengan 'A' dan 'A' tidak sama dengan 'B'/'Non-A', maka 'A' tidak dapat menjadi bagian dari dua hal yang saling bertentangan dalam waktu yang bersamaan, artinya 'A' tidak menjadi bagian dari 'A' dan 'Non-A', karena 'A' -seluruhnya- adalah 'A'. dimanapun dua hal yang saling berlawanan akan saling bertentangan, keduanya tidak bia disebut benar atau salah secara bersamaan. Kebenaran akan selalu menujukkan kesalahan (berdasarkan lawan pertentangannya). Begitupun sebaliknya.

Logika Dialektik

Sederhananya logika dialektik adalah logika gerak. Logika ini lebih menyatakan kenyataan bahwa benda-benda, kehidupan, masyarakat selalu bergerak dan berubah secara konstan. logika dialektik adalah perkembangan metode berpikir tingkat lanjut, setelah metode logika formal. Namun, bukan berarti meniadakan logika formal dalam metode berpikir sehari-hari.

Metode dialektika-lah yang menyebabkan bisa ditariknya kesimpulan-kesimpulan dari penemuan-penemuan faktual yang dikatakan logiaka formal, dan menunjukkan bahwa tidak ada kategori yang mutlak atau pasti, baik di alam ataupun di masyarakat.

Juga, Metode logika formal mulai gugur dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Di akhir abad ke-19, para pakar kimia menjadi sadar bahwa – mungkin – satu unsur atom untuk berubah menjadi unsur lainnya. Artinya, atom tidaklah mutlak bersifat khusus dan tertentu saja pada unsurnya sendiri. Kini diketahui bahwa banyak atom dan unsur kimia lainnya yang tidak stabil. Sebagai contoh, uranium dan atom-atom radioaktif lainnya akan pecah dalam proses perjalanan waktu, dan menghasilkan atom-atom yang sama sekali berbeda, dan dengan kandungan serta berat kimia yang berbeda pula.

Sementara seorang yang memakai logika formal mengatakan 'A' sama dengan 'A', maka seorang yang dialektis (memakai logika dialektik) akan mengatakan bahwa 'A' belum tentu sama dengan 'A'. Contoh praktis yang digunakan Trotsky dalam tulisan-tulisannya tentang hal ini: "satu ons gula pasir tidak akan tepat sama dengan satu ons gula pasir lainnya. Adalah hal yang baik jika Anda menggunakan patokan takaran seperti itu untuk membeli gula pasir di toko, tetapi jika Anda lihat secara teliti, akan kelihatan bahwa takaran itu tidak tepat sama."[4]

Awal mula logika dialektis dikembangkan oleh filsuf-filsuf dalam Revolusi Demokratik Eropa Barat pada abad ke-16 dan 17 sebagai sebuah metode berpikir baru. Salah satunya adalah Hegel, tokoh filsuf idealis asal Jerman. Kemudian dalam perkembangannya dilektika lebih dikenal sebagai metode Marxian dengan filsafat Materialisme Dialektika-nya.

Kenyataannya, jauh sebelum itu, para filsuf Yunani telah memakai cara dialektis dalam berpikir. Seperti yang dikutip oleh Engels: "Filsuf Yunani Kuno sudah dialektis dalam awal kemunculannya dan Aristoteles sebagai intelektual paling ensikopledis dalam pemikirannya di antara mereka, bahkan sudah menganalisa bentuk-bentuk esensial pemekiran dialektik"[5]. Namun, para filsuf Yunani belum mampu mermuskan kerangka-kerangka pemikiran dialektis dalam sebuah pemikiran yang utuh dan sistematis.

Hukum-hukum dialektika – dan perlu dicatat: konsep-konsep ini kedengaran lebih rumit daripada kenyataan sesungguhnya – menjelaskan cara dimana proses-proses perubahan dalam realitas terjadi. Karena dalam realitas aka ada thesa, antithesa, dan sinthesa. Ketiganya adalah dasar dari logika dialektika. Selain itu, dalam mempelajari dia;ektika akan lengkap jika tidak hanya dilaektika materialism Feurbach ataupun Marx, tapi juga dialektika Hegelian sebagai guru dialektik Feurbach maupun Marx.

Oleh : Moh. Ariful Anam, Ketua DPC GMNI Kediri 2015-2017


[1] Surajiyo dkk, Dasar-Dasar Logika (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),3.
[2] George Novack, An Introduction to The Logic Of Marxism, http://www.marxists.org/indonesia, 2002
[3] Ibid., Novack
[4] John Pickard, Materialisme Dialektis (Local Disk:D/Wacana/Kiri/Ideologi).
[5] Ibid., Novack
SHARE

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kediri

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image

2 komentar: