Sajak "Ciu"


Tegar P S Widodo, Kader GMNI Kediri
Kumpulan sloki memenuhi meja malam itu
Di dalam rumah kecil reot
Dalam gang sempit sudut kota
Tak terlihat, bahkan terlupakan
Di tengah-tengah derasnya arus keapatisan

Pertemuan sakral malam itu
Oleh para pemimpi dunia
Melambungkan angan bersama efek air surga
Dambakan perubahan nasib menjadi baik
Tetapi tak pernah tahu kapan ujungnya

Ujung yang mana?
Ketika para manusia di luar sana nenistakan mereka
Mencap dengan keji atas kelakuan mereka

Ujung yang mana?
Ketika label haram tersematkan
Pada mulut, tenggorokan, perut, ginjal, sampai ke kemaluan,bahkan tiap helaan nafas mereka

Ujung yang mana?
Padahal ini semua kisah-kisah para manusia juga

Nampaklah seluruh dunia
Berkeinginan menjadi hakim dan jaksa bagi mereka
Namun pengadilan dunia tak meraba dalam ke mereka
Sedangkan pertemuan itu berbuah cita-cita yang mulia

Ya, angan itu...
Cita-cita itu...
Harapan itu...
Lahir, tumbuh, dan melayang-layang
Bersama bintang-bintang yang memenuhi angkasa kepala
Mencoba mendobrak kejinya ulah penguasa

Saat berpikir sadar, dengan bintang-bintang di kepala
Bahwa di gang itu
Terdapat janda setengah baya
Sedang menggeliat lapar bersama anaknya
Dan sebelah rumahnya
Terdapat buruh pabrik
Dengan seluruh isi rumah miliknya
Adalah hasil kredit yang tidak tahu kapan lunasnya
Dan kost-kostan sebelah rumahnya
Yang satu kamarnya dihuni oleh wanita tua pincang
Dibuang oleh anaknya, dan terlunta-lunta
Karena dianggap menjijikkan

Ya, di sudut sempit bumi itulah
Para pemimpi itu mabuk bersama
Mengaduk amarah yang tak tertahankan
Kepada alam manusia yang diterpa deras keapatisan
Membaur menjadi satu bersama angan
diantara bintang-bintang angkasa kepala

Sedang, para hakim dan jaksa itu
Yang setiap hari menghabiskan waktu ke Masjid, Gereja, dan Mushola
Tak pernah menengok ke dalam gang sempit itu
Tempat para pemimpi terdakwa mereka
acuh, tak mau tahu, memang...
Para anjing tempat ibadah
Yang hanya berpikir tentang nafsu birahinya

Ku tulis sajak ini untuk kalian
Wahai para dewa mabuk
Saat nirwana kalian hanya berhias lampu 10 watt
Sempit dan lembab
Menjadi surga dari derita
Sisa adab manusia

Sudilah kiranya duhai para dewata
Pujangga kecil ini mengukir kisah kalian
Dalam torehan pitam yang menggumpal di ubun
Saat dunia terlelap ketidakpedulian
Dan juga mabuk dalam kejamnya romantika

Ya, ternyata terdakwa, hakim, dan jaksa, sama mabuknya
Tapi apalah kiranya mabuk?
Jika tidak pernah ada konsepsi
Jika tidak pernah ada ide dan gagasan
Jika tidak pernah peka dengan keadaan
Jika tidak pernah ada kepedulian terhadap penderitaan sesama

Sudah ku sematkan gelar dewata
Pada kalian para peminum ciu
Yang menggagas konsepsi perubahan
Buah amarah kalian pada penderitaan
Akan menjadi manis dalam ketir akibat fermentasi

Dari ku sang pujangga kecil-kecilan
Dan sabdaku pada kalian!
Jadilah pemimpin adil di hari esok!

Oleh : Tegar P S Widodo

(Kediri, 19 februari 2015 (imlek), 13.37 WIB)
SHARE

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kediri

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image

0 komentar:

Posting Komentar