Kota Lingkaran

Bangunan utamanya merupakan istana para raja. Sekelilingnya bangunan tambahan berupa tempat tinggal, akademi, dan perpustakaan. Tempat tinggal dihuni para harem dan pejabat-pejabat khusus raja. Tak ketinggalan pula para pembantu laki -laki yang dikebiri. Konon, bagian yang mengesankan dilengkapi karpet, gorden, dan bantal terbaik di masa itu. Tampak dari atas komplek bangunan itu melingkar. Sehingga tempat itu disebut Kota Lingkaran.

Namun, kira-kira kota itu ada pada 1200 tahun lalu. Kota indah itu berada tepat di jantung kota Bagdad. Salah satu raja Abbasyiah, Harun Al-Rasyid (786-809 M), yang telah membangunnya. Di situ menjamur cendekiawan-cendekiawan muslim. Mereka yang menjadikan Bagdad didapuk sebagai pusat intelektual dunia. Begitupun pelawak, penyair, tukang sulap, penari ikut meramaikan Kota Lingkaran.

Kota ini pula menjadi saksi kelahiran kisah seribu satu malam yang terkenal itu. Termasuk juga menjadi saksi kehidupan fenomenal seorang penyair sekaligus sufi: Abu Nawas sang pria berkuncir. Ia terkenal hingga kini karena kisah kocak dalam hidupnya.

Philip K. Hitti mengisahkan dalam bukunya, History of Arab, kota itu seperti magnet. Berbagai macam perayaan dihelat di sana. Perayaan pernikahan Al-Ma’mun saja – penerus Al-Rasyid – pada 825 Masehi tercacat dalam literatur sebagai perhelatan termegah di abad itu. Ribuan permata berbagai warna ditaburkan di nampan emas. Kedua mempelai duduk di atas permadani yang dihias batu permata dan safir. Tak kurang 200 lilin besar menerangi pesta itu. Bola-bola berisi kartu berhadiahkan sebidang tanah, budak, atau hadiah lain ditebar ke arah para tamu.


Alkisah, Zubaydah, seorang ratu terkenal Abbasiyah, menghamburkan uang negara di Kota itu. Ia hanya mau minum menggunakan gelas perak atau emas yang berhias batu-batu berharga. Ratu perfeksionis itu ialah orang pertama yang menghias sepatunya dengan dengan batu-batu mulia. Bahkan, saat musim haji, negara harus mengeluarkan dana tiga juta dinar untuk penyaluran air ke Mekkah yang berjarak 25 mil dari kota itu hanya untuk memenuhi kebutuhan air sang ratu.

Terlepas dari praktek perbudakan dan hedonisme keluarga raja, Kota Lingkaran menjadi bukti kebesaran peradaban Islam masa itu. Bagdad menjadi pusat kebudayaan terbesar. Kini tentu kota itu tak berbekas. Bagdad telah berubah.

Sampai detik ini Bagdad masih diliputi kegelapan. Kepulan asap akibat bom, teror, desingan senapan menjadi topik utama jika membicarakan Ibukota Irak itu. Dibandingkan masa lalu hari ini Bagdad mengalami kemerosotan yang luar biasa. Dulu para ilmuan, sastrawan, ulama besar lahir dari Bagdad. Saat ini pembunuh, peneror, perusak lahir dari kota itu.


Oleh : Anam Koenam, Ketua DPC GMNI Kediri 2015-2017
SHARE

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kediri

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image

0 komentar:

Posting Komentar