GMNI Dan Indonesia: Sebuah Pengenalan Awal Tentang Sebuah Organisasi



Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau yang disingkat dengan GMNI adalah wadah intelektual muda yang berorientasikan semangat nasionalisme Indonesia. Pada tingkatan nasional GMNI merupakan organisasi kemahasiswaan telah menorehkan sejarah pergerakan bangsa. Kader-kader GMNI mulai yang aktif maupun pasca/alumni telah banyak yang menempati ruang strategis di negeri ini. Mulai dari akademisi, profesional, aktivis sosial, hingga tataran perpolitikan nasional.

Penempatan kader GMNI di lini itu, memilki tujuan idealis. Sebagai organisasi berideologi, dari sejak berdirinya GMNI telah dan masih konsisten menganut ideologi Marhaenisme ajaran bung Karno. Sehingga, kader-kader GMNI kerap disebut-sebut anak ideologis Sukarno. Artinya, gagasan Sukarno sebagai Founding Father adalah amalan yang dijalankan oleh GMNI. Dengan ideologi, GMNI telah berkontribusi besar terhadap bangsa.

Konsep Sukarno tentang membangun Nation State yang diberi nama Indonesia merupakan jalan pikiran yang diamini GMNI. Maka, tak heran jika pola pikir kader GMNI adalah nasionalistis, anti-rasis, pluralis, dan berintegritas. Sehingga menjadi sangat penting untuk seorang mahasiswa menempa intelektual di organisasi ini.

Sebab, dewasa ini ancaman disintegritas semakin tak terbantahkan. Kelompok-kelompok agamis fundamentalis terus merongrong konsepsi awal negara ini, dengan merubah ke arah negara kearab-araban atau kebarat-baratan. Selain itu, ancaman lain adalah kesenjangan sosial yang mendorong sentimen ras menjadii alasan untuk berkonflik, seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) atau yang lainnya.

Tak cuma itu, garong-garong negeri ini juga mengamcam eksistensi Indonesia. Para koruptor, mafia, makelar hukum terua menghalangi terwujudnya cita-cita bangsa, yakni kesejahteraan sosial. Rakyat melarat semakin banyak, begitupun para elit semakin kaya. Dalam hal ini, GMNI masih berusaha memperbaikinya dengan tetap konsisten dengan konsep Trisakti. Tentu dibarengi dengan usaha-usaha taktis yang dirumuskan di internal GMNI baik dalam tataran lokal maupun nasional.

Cita-cita GMNI yang juga adalah cita-cita bangsa ini tak bakal terwujud dengan sendirinya. Dibutuhkan kader-kader militan nan intelektual. Maka, sangat perlu organisasi melakukan rekruting kader baru dalam rangka mengajak partisipan-partisipan yang lebih banyak. Untuk itu, mahasiswa seyogyanya ikut andil dalam proses pembenahan bangsa-negara ini. 

Hal yang perlu diingat adalah keikutsertaan mahasiswa dalam wadah intelektual ini, semata-mata bukan untuk kepentingan kolektif saja. Namun, GMNI juga ikut berusaha melakukan pengajaran yang ke depannya dapat melakukan distribusi kader ke pos-pos strategis. Hal ini untuk meningkatkan penghidupan setiap anggota GMNI. 

Usaha memperbaiki kualitas penghidupan kader dari sisi ekonomi dan ideologi tentu dengan upaya bersama, yaitu dengan gotong royong.

download formulir PPAB

*baca juga :
Sajak ciu
Evaluasi rakornas
Refleksi GMNI pasca forum internasional asia-afrika
Antara Logika Formal dan Logika Dialektis
Kota lingkaran


Sajak "Ciu"


Tegar P S Widodo, Kader GMNI Kediri
Kumpulan sloki memenuhi meja malam itu
Di dalam rumah kecil reot
Dalam gang sempit sudut kota
Tak terlihat, bahkan terlupakan
Di tengah-tengah derasnya arus keapatisan

Pertemuan sakral malam itu
Oleh para pemimpi dunia
Melambungkan angan bersama efek air surga
Dambakan perubahan nasib menjadi baik
Tetapi tak pernah tahu kapan ujungnya

Ujung yang mana?
Ketika para manusia di luar sana nenistakan mereka
Mencap dengan keji atas kelakuan mereka

Ujung yang mana?
Ketika label haram tersematkan
Pada mulut, tenggorokan, perut, ginjal, sampai ke kemaluan,bahkan tiap helaan nafas mereka

Ujung yang mana?
Padahal ini semua kisah-kisah para manusia juga

Nampaklah seluruh dunia
Berkeinginan menjadi hakim dan jaksa bagi mereka
Namun pengadilan dunia tak meraba dalam ke mereka
Sedangkan pertemuan itu berbuah cita-cita yang mulia

Ya, angan itu...
Cita-cita itu...
Harapan itu...
Lahir, tumbuh, dan melayang-layang
Bersama bintang-bintang yang memenuhi angkasa kepala
Mencoba mendobrak kejinya ulah penguasa

Saat berpikir sadar, dengan bintang-bintang di kepala
Bahwa di gang itu
Terdapat janda setengah baya
Sedang menggeliat lapar bersama anaknya
Dan sebelah rumahnya
Terdapat buruh pabrik
Dengan seluruh isi rumah miliknya
Adalah hasil kredit yang tidak tahu kapan lunasnya
Dan kost-kostan sebelah rumahnya
Yang satu kamarnya dihuni oleh wanita tua pincang
Dibuang oleh anaknya, dan terlunta-lunta
Karena dianggap menjijikkan

Ya, di sudut sempit bumi itulah
Para pemimpi itu mabuk bersama
Mengaduk amarah yang tak tertahankan
Kepada alam manusia yang diterpa deras keapatisan
Membaur menjadi satu bersama angan
diantara bintang-bintang angkasa kepala

Sedang, para hakim dan jaksa itu
Yang setiap hari menghabiskan waktu ke Masjid, Gereja, dan Mushola
Tak pernah menengok ke dalam gang sempit itu
Tempat para pemimpi terdakwa mereka
acuh, tak mau tahu, memang...
Para anjing tempat ibadah
Yang hanya berpikir tentang nafsu birahinya

Ku tulis sajak ini untuk kalian
Wahai para dewa mabuk
Saat nirwana kalian hanya berhias lampu 10 watt
Sempit dan lembab
Menjadi surga dari derita
Sisa adab manusia

Sudilah kiranya duhai para dewata
Pujangga kecil ini mengukir kisah kalian
Dalam torehan pitam yang menggumpal di ubun
Saat dunia terlelap ketidakpedulian
Dan juga mabuk dalam kejamnya romantika

Ya, ternyata terdakwa, hakim, dan jaksa, sama mabuknya
Tapi apalah kiranya mabuk?
Jika tidak pernah ada konsepsi
Jika tidak pernah ada ide dan gagasan
Jika tidak pernah peka dengan keadaan
Jika tidak pernah ada kepedulian terhadap penderitaan sesama

Sudah ku sematkan gelar dewata
Pada kalian para peminum ciu
Yang menggagas konsepsi perubahan
Buah amarah kalian pada penderitaan
Akan menjadi manis dalam ketir akibat fermentasi

Dari ku sang pujangga kecil-kecilan
Dan sabdaku pada kalian!
Jadilah pemimpin adil di hari esok!

Oleh : Tegar P S Widodo

(Kediri, 19 februari 2015 (imlek), 13.37 WIB)